Untuknya Dariku

Dibanjiri kenangan pada indah matamu, Pada pecah senyummu, Pada belaian pucat resahmu, Langitpun membiru kosong, Dihangati uap api kerinduan ini, akupun ingin menyambangimu, Membawa sepi yang pernah kau tinggalkan, Bagaimana ku lukiskan maaf, Bila kanvas hati enggan kau buka, Bagaimana aku mendekati rindu, Bila sedetik kutemui kau berubah arah, Diingatkan petang,akupun beranjak pergi, Membawa lagi sepi ini pulang.

Sabtu, 25 September 2010

"Jangan Bersedih, Lintar..." (chapter two)

I'm back with chapter two.

Di chapter one, Lintar ngajakin Nova jalan-jalan sepulang sekolah. Ternyata, Lintar nembak Nova tuh. Tapi kok Nova malah kabur yaa... Apa sih yang disembunyikan Nova?? Terus jawaban dari Nova apa yaa?? Yuk kita intip di chapter two. Cekidot!

= = = = = = =

"Jangan Bersedih Lintar..." (chapter two)


Ya Tuhan…
Apa yang harus kulakukan…
Aku mencintainya, Tuhan…
Tapi aku tak mungkin bersamanya…
Walau aku sangat menginginkan itu…
Aku tak ingin menyakitinya…
Tapi aku mencintainya…
Sangat mencintainya…
Tuhan…
Bantu aku…
* * *
“Nova,” Lintar berhasil meraih lengan Nova.
Nova menghentikan langkahnya. Sekali lagi airmata itu
jatuh membasahi pipinya.
Lintar lalu menghadap Nova. Namun orang yang dilihatnya malah menunduk sambil sesenggukan.
Lintar meraih dagu Nova lalu mengangkatnya pelan, agar Lintar bisa lebih jelas menatap wajah gadis itu. Betapa kagetnya Lintar melihat wajah Nova begitu sembab oleh airmata. Kedua pipinya memerah. Kedua matanya pun demikian.
Lintar segera meraih pundak Nova, lalu memeluknya.
“Dekap erat tubuhku, Nova. Tuangkan kesedihanmu di bahuku” ucap Lintar kemudian.
Nova kemudian mendekap erat tubuh Lintar. Ia sangat merasakan hangatnya pelukan itu. Ia memejamkan matanya, membiarkan airmatanya mengalir kembali.
* * *
Tuhan…
Izinkanlah aku untuk bersamanya…
Aku ingin bersamanya, Tuhan…
Namun…
Salahkah aku bila ku bersamanya…
* * *
Setelah Nova agak tenang, Lintar melepas pelukannya. Lalu menuntun Nova menuju motornya. Lintar menyuruh Nova untuk duduk di jok motornya, lalu Lintar pamit untuk membelikannya air minum.
“Udah agak baikan kan?” Tanya Lintar setelah Nova meneguk air minumnya.
Nova mengangguk pelan.
Lintar masih memandang wajah Nova walau ia menunduk. Ada apa dengan gadis ini. Tak pernah ia melihat Nova sesedih ini, bahkan ini yang pertama kalinya ia melihat Nova menangis. Ingin ia tanyakan soal itu, namun ia tak ingin membuat Nova sedih lagi. Akhirnya ia mengurungkan niatnya itu.
“Kuantar pulang ya,” Lintar memecah keheningan.
Nova mendongak, memerhatikan gerak gerik Lintar yang kemudian mengambil helm miliknya.
“Ntar,” panggil Nova pelan.
Lintar segera menoleh walau memang ia mendengar suara Nova begitu kecil.
“Kenapa?” sahut Lintar.
Nova menatap kedua bolamata Lintar. Rasanya Nova ingin menangis melihatnya. Nova mencintai mata itu. Namun apa mungkin beberapa bulan ke depan Nova masih bisa melihat mata itu.
“Aku juga mencintaimu, Ntar” ucap Nova kemudian, masih pelan.
Seketika itu senyum Lintar mengembang di bibirnya.
“Namun aku tak mungkin bisa bersamamu,” lanjut Nova.
Senyum Lintar menghilang, ditelan kekecewaan.
“Tapi kenapa?”
“Karena aku tak yakin bisa bersamamu,”
Lintar langsung memegang kedua pundak Nova, lalu menatap dalam dalam kedua bolamata Nova yang juga tengah menatapnya.
“Kalau kau tak yakin bisa bersamaku, kau harus yakin padaku. Aku bisa menjagamu. Aku bisa menjadi bintang untukmu di setiap malam. Apapun yang terjadi aku tetap akan bersamamu. Janji padaku Nov. Kau dan aku bisa melakukan itu semua. Percayalah” ucap Lintar mantap.
“Kau yakin itu? bisa menjagaku…”
“Sangat yakin. Tapi kau harus mau. Kau mau kan?” ucap Lintar yang diakhiri dengan pertanyaan.
Nova mengangguk kecil. Seketika itu, Lintar merasa bunga bunga cinta merekah di sekitarnya, memberikan aroma cinta yang baru pertama kali ia cium. Lintar segera memeluk tubuh gadis itu. Nova membalas pelukan itu, sambil tersenyum sedih.
Maafkan aku Ntar, bila kau tak bahagia denganku nanti. Tapi aku tak bermaksud menyakitimu. Aku hanya ingin menikmati rasanya bersama dengan seseorang yang sangat kusayangi dan kucintai, yaitu kamu Ntar. Walau itu tak mungkin bertahan lama… batin Nova sedih, sangat sedih…
Lintar melepas pelukannya. Nova mengusap airmatanya yang seketika terjatuh.
“Taman inilah yang menjadi saksi bisu percintaan kita untuk yang pertama kali. Kau harus ingat itu,” ucap Lintar kemudian.
Nova tersenyum, lalu mengangguk kecil. Lintar merangkul pundak Nova, dan mengajaknya untuk memandang langit petang yang perlahan akan berubah menjadi langit malam.
“Pulang yuk!” ajak Lintar, setelah puas memandangi langit petang bersama Nova.
Nova hanya mengangguk.

Lintar bersenandung pelan di setiap langkahnya ketika melewati koridor kelas 11. Sejak tadi malam ia melakukan itu, bersenandung asal asalan. Karena ia sedang mencoba menciptakan sebuah lagu untuk Nova yang akan ia nyanyikan dua minggu lagi di acara ulangtahunnya.
“Hoi…”
“Anjrit lu sia maneh” Lintar langsung latah.
“Astaghfirullahaladzim,” Lintar memegang dadanya. Lalu ia melirik seseorang di sebelahnya yang tertawa kencing. “Rese amat sih lu Ray!” bentak Lintar langsung menabok lengan Ray dengan keras.
“Hahahahaaa…” Ray masih tertawa, walau ia merasa sakit dengan tabokan Lintar tadi yang memang sangat keras. “Kebiasaan lu, latah terus. Hahaa…” ledek Ray yang masih juga tertawa. Makin keras malah.
“Jelek sekali tawamu Ray,” ledek Lintar membalas.
“Hahahaapp” Ray langsung menutup mulutnya. Tawanya terhenti. Ia melirik kanan kiri belakang. Lintar ikutan celingukan, setelah itu memperhatikan Ray lagi yang kini sedang merapikan rambut gondrongnya dengan jari jemari tangannya. Terakhir dengan meniup poninya dengan mencondongkan bibir bawahnya ke atas, seketika poni itu langsung bergeser. Lintar masih menatap sahabatnya dengan aneh.
Ray langsung melirik Lintar, dan menjentikkan jarinya. Lintar kaget, tapi masih memerhatikan gerak gerik Ray.
Ray langsung berpose sambil menaikturunkan kedua alisnya.
“Udah keren lagi kan gua?” Tanya Ray masih berpose dan menaikturunkan kedua alisnya.
GDUBRAAKKK!!!
Eh, kayak ada suara jatoh…
Eh, iyaaa… Lintar jatoh. Pingsan tuh kayaknya.
Bohong ding, hanya suara khayalan Lintar saja. Lintar langsung nempeleng kepala Ray.
“Sok keren deh lu,”
“Hahaa… emang gua keren. Lu ngiri yaa… hahaaa”
Lintar langsung berpaling dari tatapan sahabatnya itu. sementara Ray masih tertawa.
“Eh eh tapi tadi Acha gak liat kan waktu gua ketawa tawa?” Tanya Ray yang tawanya langsung terhenti dan mendekati Lintar.
Lintar menengok.
“Ngeliat tauuu Raaaayyy” ucap Lintar yang langsung histeris, keliatan pura puranya.
“Ah masaaaa??” Ray berekspresi seperti cewek cewek yang terpesona ketika melihat emas berlian yang cantik, sambil mulutnya menganga serta ditutupi oleh kedua tangannya yang terkepal. Persis seperti itulah ekspresi Ray saat itu, pula keliatan juga pura puranya.
Lintar menahan tawanya, melihat ekspresi Ray. Sesaat kemudian, Lintar melepas tawanya. Kali ini Lintar tertawa sangat terbahak bahak, melebihi tawanya Ray tadi.
“Tawa lu lebih jelek, Ntar” ledek Ray tak mau kalah, yang langsung merangkul pundak Lintar.
Lintar memelankan suara tawanya, lalu ikut merangkul Ray. Mereka lalu tertawa kecil sambil berjalan menuju kelasnya, mungkin masih mengingat kejadian bodoh yang tadi mereka lakukan.

Lintar menaruh tas ranselnya di atas meja. Ray pun demikian. Lintar melirik bangku Nova dan Acha. Masih kosong.
“Belum dateng kali…” Ray menepuk pundak Lintar.
Lintar ketawa jail.
“Emang gua liatin apa? Sok tau dah lu,” Lintar meninju lengan Ray.
“Ngajak ribut lu. Ayo dah! Lu gak tau apa, gua tuh adeknya Chris John. Mau gua tinju langsung mental ke arab?” kata Ray yang langsung berancang ancang ingin meninju seseorang. Gayanya udah bener bener kayak Chris John.
“Hihihii…”
Suara tawa gadis yang baru masuk ke kelas langsung membuat Lintar dan Ray mengalihkan pandangannya ke ambang pintu. Kedua gadis itu masih tertawa tawa kecil. Sementara Ray langsung tersipu malu. Lintar tersenyum kecil melihat salah satu gadis yang datang.
“Pagi Nova,” sapa Lintar.
“Pagi juga, Ntar” balas Nova hangat, kemudian tersenyum kecil.
Lintar langsung mendekati Nova dan Acha yang berhenti di depan kelas. Ia berdiri di dekat Nova, dan menatapnya. Nova jadi salting gitu deh.
“Ah elu mah malah sibuk sama Nova,” Ray ikut nyamperin Lintar, Nova, dan Acha. “Yaudah gua sama Acha deh. Yuk!” Ray langsung meraih tangan Acha.
“Heii…”
“Aw…”
Ray langsung mengibaskan punggung tangan kanannya yang merasa sakit bekas pukulan Acha tadi.
“Gua gak mau pacaran sama petinju,” ucap Acha yang langsung memeletkan lidahnya.
“Hahaaa…… Bisa aja kamu,” Ray langsung mencolek dagu Acha.
Pipi Acha memerah seketika. Ray pun terus menggodanya. Sementara Lintar dan Nova tertawa kecil melihat tingkah mereka. Di balik tawa itu, Lintar diam diam menggandeng tangan Nova yang kemudian menyembunyikannya di balik punggung mereka.
* * *
Ya Tuhan…
Jangan dulu Engkau lakukan itu…
Aku masih ingin bersamanya…
Jangan pisahkan aku dengannya Tuhan…


- BERSAMBUNG -

= = = = = = = = =

Siip... Segitu dulu yaa... :D
Kira - kira yang terjadi selanjutnya apa yaa?? Ada perkembangan gak yaa dengan hubungannya Lintar dan Nova?? Baca aja entri selanjutnya di chapter three.
Koment dulu deh... :D
By: Zulfa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar