Untuknya Dariku

Dibanjiri kenangan pada indah matamu, Pada pecah senyummu, Pada belaian pucat resahmu, Langitpun membiru kosong, Dihangati uap api kerinduan ini, akupun ingin menyambangimu, Membawa sepi yang pernah kau tinggalkan, Bagaimana ku lukiskan maaf, Bila kanvas hati enggan kau buka, Bagaimana aku mendekati rindu, Bila sedetik kutemui kau berubah arah, Diingatkan petang,akupun beranjak pergi, Membawa lagi sepi ini pulang.

Jumat, 22 Januari 2010

Kisah yang akan Menggugah Jiwa Anda

Sang Penyelamatku Telah Pergi

Gedung-gedung besar itu hancur. Rumah-rumah sudah rata dengan tanah. Bangunan-bangunan lainnya roboh berantakan. Banyak mayat dimana-mana. Gempa yang terjadi semalam merenggut ribuan nyawa. Pun menghancurkan bangunan-bangunan megah.
Aku datang ke daerah gempa. Aku ingin mengunjungi saudara-saudaraku yang terkena gempa. Aku tak tau keadaan mereka. Sinyal di daerah sini sangat jelek. Tak akan bisa menelepon bila tak ada sinyal.
Aku melewati bangunan-bangunan yang sudah rata dengan tanah.
Aku mendengar sesuatu. Ya. Suara teriakan minta tolong. Sangat jelas
aku mendengar suara perempuan teriak minta tolong. Segera kuhampiri arah sumber suara itu.
Astaghfirullahaladzim! Seorang perempuan seusiaku tertimpa bangunan beton yang roboh. Wajahnya penuh luka. Penuh perjuangan agar ia bisa lolos dari bangunan yang roboh itu.
Seketika aku pun sadar. Aku segera memanggil tim SAR yang sedang mengevakuasi korban lainnya yang jaraknya tak jauh dari tempat perempuan itu tertimpa bangunan roboh. Dengan berbondong-bondong pun tim SAR menghampiri korban yang kutemukan. Mereka mengangkat bangunan beton yang menimpa perempuan itu.
Perempuan itu selamat. Ia dibawa menuju tenda kesehatan untuk diobati. Kutemani dirinya saat tim SAR bersama-sama mengangkat perempuan itu. Kujuga menemaninya ketika ia diobati. Wajahnya penuh luka. Tepat dibawah mata, terlihat goresan kecil yang mengeluarkan banyak darah. Juga dengan kening kanannya yang mengeluarkan banyak darah. Serta anggota tubuh lainnya.
Sejak tadi ia tidak pingsan. Ia tetap membuka matanya. Ia sadar. Sejak kutemukan dirinya di tempat, ia masih sadar, masih membuka matanya. Ia masih begitu sabar menunggu bantuan menghampirinya. Aku memuji nama Allah setiap kali.
“Terimakasih… telah… menolongku..”
Dengan suara terbata-bata perempuan itu mengucapkan terimakasih padaku.
“Sama-sama. Kau sudah agak baikan?” tanyaku.
Perempuan itu hanya tersenyum.
“Namaku Efienna. Kau boleh memanggilku Enna.” Ucapku mengenalkan diri.
“Aku… Fitri…” ucap perempuan itu singkat.
“Dimana keluargamu..?” tanyaku.
“Aku… nggak tau…”
“Masih sekolah atau udah kuliah..?” tanyaku lagi.
“Aku kelas 2 SMA.” Kata Fitri yang pembicaraannya mulai lancer.
Owh… Ternyata ia dibawahku 2 tahun. Dirinya yang masih sekolah ini harus mengalami luka parah akibat gempa.
“Fitri… aku yakin, suatu saat nanti kau pasti bisa bertemu dengan keluargamu.” Ucapku.
“Terimakasih…”
“Fit, aku harus pamit… Aku harus mengunjungi saudaraku, keluarga Astari yang juga terkena gempa. Suatu saat nanti pasti kita bertemu lagi.” ucapku.
Fitri tersenyum.
Aku pun melangkahkan kakiku untuk keluar dari tenda kesehatan. Yang terakhir kali, kutengok wajahnya. Senyuman yang indah…

Aku sangat berterimakasih pada Allah. Aku masih diberi kesempatan hidup. Aku masih diberi perlindungan walau tubuhku penuh dengan luka. Aku selamat. Ya. Aku selamat. Karena perempuan yang tadi pagi menolongku. Membantuku memanggil tim SAR untuk mengangkat beton yang menimpa tubuhku. Aku sangat berterimakasih padanya. Enna, begitulah nama panggilannya, perempuan yang baik dan periang. Aku menyukai sifatnya itu. Ia begitu baik padaku. Ia menemaniku di tenda kesehatan yang sangat panas ini. Hanya demi aku. Sungguh, perempuan yang sangat baik.
Aku berharap nanti akan dipertemukan lagi olehnya. Aku berharap jika nanti kutemui kedua orangtuaku dan kedua adikku, aku juga berjumpa dengan Enna. Sang penyelamatku, kita pasti akan bertemu lagi.

Kejadian itu… Kejadian itu… Mengapa terjadi di saat aku berada disini??... Mengapa kejadian itu menimpaku…? Apakah hidupku akan berakhir sampai disini?... Tolong singkirkan tanah-tanah yang longsor ini…! Tolong….. Bantu aku….!!! Fitri, Datanglah…. Aku membutuhkanmu saat ini!

“Terjadi tanah longsor secara tiba-tiba di sekitar daerah gempa. Kejadian yang datang secara tiba-tiba ini juga merenggut banyak nyawa. Tanah yang memang sudah diperkirakan akan longsor pun terjadi. Hingga kami sudah menemukan beberapa orang tewas tertimbun oleh tanah longsor…..”
Demikian samar-samar suara seorang reporter dari salah satu stasiun tv yang kebetulan disediakan di tenda korban gempa.
Tanah milik bang Afan telah longsor. Mungkinkah bang Afan tertimbun tanah tersebut? Aku tak bisa membayangkan, jika aku yang berada disana. Sudah tubuhku penuh luka seperti ini, akan tertimbun oleh tanah longsor. Naudzubillah! Mudah-mudahan saja bang Afan dan sahabatku yang lain tak berada disana.
Ya. Tanah itu memang sudah diperkirakan akan longsor sejak 8 bulan yang lalu. Dan anehnya, mengapa saat gempa tanah itu nggak longsor? Ketika selesai gempa, tanah itu baru longsor. Daerah longsor itu adalah daerah sekolahku. Banyak sahabatku yang tinggal di daerah sana. Bang Afan termasuk. Kakak kelas di atasku itu seringkali mengajariku ketika ada waktu kosong. Ia baik sekali padaku. Aku tak bisa membayangkan jika bang Afan kena longsor tersebut.

Sebulan sudah kejadian gempa itu berlalu. Luka di tubuhku mulai sembuh. Aku juga sudah bertemu dengan keluargaku dengan keadaan utuh. Ya. Meski adikku, Luna harus kehilangan satu tangannya akibat terlindas oleh ban mobil ketika gempa.
Aku rindu Enna. Aku rindu seseorang yang telah menyelamatkanku. Aku rindu kata-kata perhatiannya. Aku rindu ucapan manisnya. Aku rindu wajah cantiknya. Pokoknya aku sangat rindu pada Enna. Mungkinkah aku bisa bertemu dengannya lagi? Perempuan yang telah menyelamatkanku.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Enna mengatakan kalau saudaranya tinggal di daerah gempa ini. Dan ia mengatakan bahwa saudaranya itu adalah keluarga Astari. Kalau nggak salah sahabatku, Lea tetangga-an dengan keluarga Astari. Akhirnya tanpa berpikir panjang pun aku pergi ke rumah Lea.

Lea mau menemaniku. Aku dan Lea pun pergi menuju rumah sebelah, keluarga Astari.
“Enna?!?” kaget seorang ibu pemilik rumah ketika aku dan Lea menanyakan seorang perempuan yang bernama Enna.
“Iya bu. Enna yang telah menyelamatkan saya ketika saya tertimpa oleh beton. Dia satu-satunya perempuan yang membantu saya dari timpaan beton itu.” Ucapku sekenanya.
“Sekarang Enna mana bu? Saya rindu padanya.” Tanyaku lagi.
Ibu itu tak langsung jawab. Ia menunduk. Dan terdengar isakan tangisnya.
“Ibu kenapa?” tanyaku dan Lea.
“Enna… Enna telah meninggal…” isak ibu itu.
“Me, meninggal bu..” aku tak percaya.
Ibu itu menangis.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Meninggal kenapa bu?” tanyaku.
Airmata mulai berdesakan. Ingin rasanya ia jatuh membasahi pipiku. Tapi kutahan. Namun akhirnya jatuh juga.
“Tepatnya sebulan yang lalu. Katanya, ia ingin mengunjungi keluarga ini. Kami disini menanti kedatangannya. Tapi tak kunjung tiba. Beberapa hari kemudian, ibu dengar kabar bahwa Enna meninggal tertimbun oleh tanah longsor. Padahal ibu belum sempat melihat wajahnya.” Isak ibu yang bernama Astari itu.
Aku mulai menangis. Lea yang tak kenal dengan Enna ikut menangis.
“Tapi bu… tepat sebulan yang lalu pun saya ditolong oleh Enna.” Ucapku.
“Enna tertimbun tanah longsor dalam perjalanan menuju rumah ini. Andai, Enna tak lewat tanah longsor itu mungkin Enna bisa tiba di rumah ini dengan selamat.” Kata ibu itu.
Kami terdiam. Hanya suara isak tangis kami bertiga yang terdengar.
“Bu, boleh saya tau dimana makam Enna berada?” Tanyaku.
“Mari, saya antar!”
* * *
Aku memeluk batu nisan makam Enna. Aku menangis saat itu. Aku benar-benar rindu pada Enna. Aku rindu padanya. Tidak seharusnya Enna pergi meninggalkanku. Sang penyelamatku telah pergi. Ia telah pergi untuk selamanya. Aku tak bisa bertemu lagi dengannya. Aku tak bisa lagi melihat wajah cantiknya, kebaikannya. Aku tak bisa kehilangan oleh seseorang yang telah menyelamatkanku.
Kurasa, rasanya tak pantas aku yang masih berdiri di dunia ini. Sedangkan penyelamatku harus terbaring di dunia lain. Mengapa Kau tak ambil saja nyawaku? Dan Kau selamatkan Enna. Aku merasa tak pantas untuk masih hidup. Orang yang telah menyelamatkanku malah pergi meninggalkanku.
Tapi kini berbeda. Dulu, aku memang beranggapan bahwa aku tak pantas hidup. Tapi kini, aku merasa bersyukur masih diberi kesempatan untuk mendekatkan diri pada Allah lagi. Aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Tak perlu lagi aku menyesal karena aku masih hidup tapi membahayakan nyawa oranglain. Karena aku selalu yakin, Enna pasti lebih senang kalo aku masih hidup. Aku pun yakin, sang penyelamatku yang telah pergi akan bahagia di alam sana.
selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar