Untuknya Dariku

Dibanjiri kenangan pada indah matamu, Pada pecah senyummu, Pada belaian pucat resahmu, Langitpun membiru kosong, Dihangati uap api kerinduan ini, akupun ingin menyambangimu, Membawa sepi yang pernah kau tinggalkan, Bagaimana ku lukiskan maaf, Bila kanvas hati enggan kau buka, Bagaimana aku mendekati rindu, Bila sedetik kutemui kau berubah arah, Diingatkan petang,akupun beranjak pergi, Membawa lagi sepi ini pulang.

Jumat, 01 Oktober 2010

"Jangan Bersedih, Lintar..." (chapter five)

Langsung lanjut yaa... :D

Oke, Ray berhasil mendapatkan Acha setelah membelikan gaun ungu untuk Acha. Kisahnya Lintar dan Nova masih berlanjut gaakk?? Intip aja disini. Yuk!

= = = = = = = = =

"Jangan Bersedih, Lintar..." (Chap. 5)


Lintar mendrible bola basket nya sambil melangkah menuju kelasnya. Ia masih memikirkan kejadian kemarin. Apa yang disembunyikan Nova…
Lintar tersentak kaget ketika seseorang merebut bola basketnya dengan gayanya yang lincah. Setelah berhasil merebut, bola itu dilayangkan ke udara dan berhasil tepat pada sasaran yang dimaksud orang itu.
“Aw…” Lintar merintih kesakitan sambil mengusap kepalanya akibat kena bola basket yang memang sengaja dilempar oleh orang itu.
“Hahahaa…” orang itu tertawa usil sambil mengambil bola basket yang menggelinding entah kemana.
“Bagus juga lemparan lu” puji Lintar. “Tapi gak seharusnya lu lempar ke kepala gua…” teriak Lintar.
“Hehee… Abisnya lu ngelamun terus. Senyum dong, sob. Hari ini hari
yang bahagia. Jangan lalui hari ini dengan cemberut aja,” Ray langsung merangkul Lintar dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang bola basket.
Lintar melirik Ray sekilas, kemudian mereka melangkah menuju kelasnya.
“Bahagia bener sih lu. Abis ketemu nenek nenek yaa?” ledek Lintar dengan cuek.
“Wahahaaa… kurangajar lu.” Ray nempeleng kepala Lintar dengan pelan.
“Kemaren gua abis nembak Acha, sob” ucap Ray.
“Parah lu. Terus, makamnya dimana?” Lintar masih cuek.
“Gua serius, Ntar” Lagi lagi Ray nempeleng kepala Lintar.
“Iya iya. Selamat deh, moga langgeng,” kata Lintar mengusap kepala belakangnya yang kena tempeleng terus.
“Hahaaa… amiin…” tawa Ray.
Langkah mereka berdua terhenti di ambang pintu kelas. Nova tengah berdiri disana. Lintar melepas rangkulan Ray, lalu mendekat ke Nova.
“Kamu udah sehat?” Tanya Lintar.
Nova tertawa kecil, lalu mendorong Lintar agak pelan.
“Aku kan udah bilang aku gak kenapa napa. Lihat, sekarang aku udah seperti biasa kan?”
Lintar mengamati gadis di hadapannya itu. Memang sih, Nova sudah tak terlihat sakit lagi. Tapiii…
“Udahlah, ayo aku ingin bicara denganmu. Ray, ku ambil Lintar nya yaa” kata Nova yang kemudian menarik lengan Lintar.
Ray memandang kepergian Lintar dan Nova. Kemudian ia memasuki kelasnya. Masih sepi. Acha pun belum datang.

“Tantangan?” Lintar kaget.
“Iya. Kau mau kan?” kata Nova.
“Kamu memberi tantangan kepadaku. Dan aku juga memberi tantangan padamu seusai aku berhasil menjawab tantanganmu. Tak sulit bukan?” Nova memberi penjelasan.
“Emang gak sulit sih. Tapi kok aneh gitu yaa…” pikir Lintar.
“Ayolah Ntar… Ini hanya permainan kecil. Jarang jarang loh pasangan kekasih melakukan ini,” ajak Nova sedikit memaksa.
“Hmm,” Lintar nampak berpikir.
“Oke deehh… Buat kamu, apa yang enggak sih, dear” Lintar mencolek dagu Nova.
Nova tersenyum kecil.
“Kau mau memberi tantangan apa padaku?” Tanya Nova kemudian.
“Dimulai dari aku?” Lintar balik nanya.
Nova mengangguk mantap.
“Hmm, mumpung masih pagi. Aku mau kasih tantangan…” Lintar menggantungkan kalimatnya. Nova menanti lanjutan kalimat Lintar dengan semangat.
“Seharian ini kamu harus ada di sampingku terus, sampai malam nanti” lanjut Lintar.
Nova tersentak kaget mendengar tiga kata terakhir Lintar. Sampai-malam-nanti. Aih, apa itu bisa…
“Haruskah sampai malam? Tak bisa, jika hanya sampai petang” Nova memberi usulan.
“Enggak. Cuma itu kok tantanganku. Gak sulit bukan?” ucap Lintar.
Gak sulit…? Kau memang gak merasa sulit, Ntar… Tapi kurasa itu sulit bagiku,
Nova mengangguk pelan.
“Oke, nanti kamu tukeran tempat sama Ray yaa. Kamu duduk di sampingku. Biar Ray sama Acha aja. Toh, mereka juga udah pacaran” kata Lintar kemudian meraih tangan Nova.
Lintar lalu mengajaknya ke kelas. Entahlah, Nova jadi merasa tak bersemangat. Apakah ia salah mengusulkan untuk bermain tantangan pada Lintar…

Nova telah berhasil menjawab tantangan Lintar. Sampai jam 8 malam, Nova masih setia di sebelah Lintar. Padahal berkali kali ia merasa dadanya sakit kembali. Namun Nova mencoba menahannya agar Lintar tak menyadari.
“Yeiiy… Aku berhasil” ucap Nova memandang langit malam itu.
Lintar berdiri di belakang, memerhatikan tingkah Nova.
Nova memutar tubuhnya ke belakang, lalu mendekat ke Nova.
“Sekarang giliranku memberi tantangan padamu untuk esok hari,” kata Nova.
“Apa itu?” Tanya Lintar.
“Aku mau esok hari 24 jam mulai jam 12 malam, kau hidup tanpa diriku” ucap Nova sambil memandang wajah Lintar.
Lintar mengernyitkan dahi.
“Maksudnya?”
“Iya, aku mau dari jam 12 malam nanti hingga lusa, kau hidup tanpa diriku. Gak boleh ada komunikasi, ketemuan, ataupun ngedate. Pokoknya seharian itu kamu gak boleh ke rumahku, nelpon aku, ataupun sms aku. Kalo kangen, ya, liat aja fotoku di dompetmu” kata Nova masih memandang wajah Lintar.
Lintar yang juga memandang wajah Nova tengah kebingungan, tak mengerti apa maunya gadis itu hingga memberikan tantangan konyol tersebut.
Nova mencoba menahan, mencoba menahan perih hatinya menatap kedua mata lelaki di hadapannya. Apakah ini hari terakhir ia bisa menatap kedua bolamat Lintar yang sangat menusuk itu. Nova mencoba menahan. Bagaimanapun ia harus kuat. Walau sebenarnya ia tahu apa yang akan terjadi esok hari.
Nova memegang kedua tangan Lintar, yang entahlah apakah ini yang terakhir kalinya menggenggam tangan kekasihnya itu.
“Aku janji padamu, Ntar. Jika kamu berhasil menjawab tantangan itu, aku akan mencintaimu selamanya. Aku akan jadikan kau, cinta pertama dan terakhirku. Aku janji, Ntar” ucap Nova menatap kedua bolamata Lintar. Aih, aku pasti akan terus merindukan mata itu.
Lintar tersenyum, kemudian membelai rambut Nova. Nova memejamkan matanya sejenak, menikmati belaian lembut itu. Apakah ini untuk yang terakhir kalinya pula, menikmati belaian lembut dari tangan Lintar.
“Baiklah, aku akan ikuti tantanganmu itu. Aku pasti berhasil, Nov” katanya mantap.
Nova ikut tersenyum, lalu ia memeluk Lintar erat. Sangat erat. Seakan tak ingin melepasnya. Ia tahu resiko apa yang harus ia ambil jika memberi tantangan itu. Seketika airmata telah membasaih pipinya.
Maafkan aku, Ntar…
Nova menyeka airmatanya, lalu melepas pelukannya.
“Mulai jam 12 malam nanti ya, Ntar” ucap Nova.
Lintar mengangguk. Nova tersenyum kecil. Namun, di balik senyum itu ia merasa sedih. Sangat sedih. Karena ia harus mengambil resiko tinggi. Iya, sangat tinggi.
“Ayo, kita pulang!” Lintar menyodorkan tangan kanannya pada Nova.
Nova menatap tangan itu sekilas, setelah itu ia meraihnya.
* * *
Tuhan…
Beri aku kekuatan…
Aku yakin aku bisa melakukannya…
Namun…
Bila Engkau memang masih sayang padaku…
Jangan dulu Kau lakukan itu…
Kau tahu, aku masih ingin bersamanya…
Selamanya…
* * *
Lintar membuka matanya, ketika silau menyinari kelopak matanya. Suara gorden dibuka terdengar olehnya. Lintar membuka selimutnya.
“Bangun kak. Kakak belum shalat shubuh,” ucap Najla, adik Lintar yang lain yang membuka gorden kamar Lintar.
“Jam berapa sekarang La?” Tanya Lintar.
“Udah siang kak, jam setengah 9. Cepat turun ya, bantu Najla, dan Nada menyiapkan sarapan. Najwa ikut mami ke pasar, kak” Najla lalu keluar dari kamar Lintar.
Lintar mengacak rambutnya. Baru kali ini ia bangun siang sekali pada hari libur. Lintar langsung loncat dari ranjang, dan keluar kamar.

“Rencananya mami mau mengajak kita jalan jalan. Tapi mami udah menebak, kak Lintar pasti bakal pergi sama kak Nova. Liat aja tadi malem, kak Lintar pulang larut kan gara gara jalan sama kak Nova. Jadinya gak jadi deh. Najwa ngambek banget waktu mami bilang gak jadi jalan jalan. Akhirnya mami ngajakin Najwa ke pasar,” cerita Najla di ruang makan.
“Kak Lintar hari ini gak jalan sama kak Nova, kok.” Ucapnya.
“Berarti kita bisa jalan jalan dong kak.” Nada bangkit dari duduknya. “Ayo jemput mami dan kak Najwa di pasar,” Nada lalu menarik tangan Najla.
“Udah telat, Nada. Pasar jauh dari rumah kita,” kata Najla kemudian melirik Lintar.
“Kalian di rumah aja. Kak Lintar ada suatu urusan,” Lintar lalu mengambil kunci motornya dan melangkah keluar rumah.
Najla dan Nada hanya memandang kepergian kakaknya itu. Nada kembali ke tempat duduknya. Ia melipat tangannya di dada sambil cemberut.
“Semenjak pacaran sama kak Nova, kak Lintar jadi jarang di rumah deh. Jadi jarang merhatiin kita,” ucap Nada.
“Jangan gitu, Nad. Kak Lintar kan punya kesibukan sendiri,” kata Najla.
Nada membuang mukanya kesal.
* * *
Aku rindu padanya…
* * *
Lintar memakirkan motornya di lapangan basket dekat sekolah, ketika melihat sahabatnya bermain basket disana.
Lintar memperhatikan permainannya. Sahabatnya itu mendribble bola dengan diselingi beberapa macam gaya. Lalu ia bertingkah seperti ada musuh di hadapannya. Dengan luwes ia menghindari serangan dari musuh, dan melayangkan bola basket tersebut ke jarring. Dan, SHUT!
Three point.
Plok… Plok… Plok…
Ray menoleh sumber suara. Ia tertawa kecil ketika melihat Lintar menghampirinya sambil bertepuk tangan pelan.
“Keren abis lu, Ray” puji Lintar.
Ray melangkahkan kakinya menuju sudut lapangan, mengambil sebuah botol lalu meneguknya. Lintar duduk di sebelahnya. Ia tengok sahabatnya. Penuh peluh pada wajah baby face nya itu.
“Kalo lu suka main basket, masuk aja ke tim gua. Kebetulan tim gua kurang satu pemain gara gara Debo keluar dari sekolah,” kata Lintar.
Ray menengok.
“Lu pengen malu maluin gua, Ntar.” Ucap Ray.
“Gua tuh pendek. Manamungkin bisa masuk ke dalam tim basket lu. Yang ada gua malah diketawain. Basket tuh dilihat fisiknya, Ntar.” Lanjut Ray.
“Eh, Ray. Gak harus fisik yang diliat. Permainan juga harus diliat. Gimana dia bisa mendrible bola, melempar bola, mengecoh lawan, bekerjasama dengan tim, serta memasukkan angka. Dan lu udah punya itu semua, Ray. Yang penting semangat lu,” Ucap Lintar.
Ray mencoba mencerna perkataan Lintar. Ada benarnya juga perkataan itu. Ray telah sekuat tenaga berlatih bermain basket hingga bisa melakukan itu semua. Dan ia rasa, ia pun telah berhasil. Hanya tinggal menunggu siapa yang akan menunggu dirinya dimasukkan ke dalam tim basket. Tapii… ia masih memikirkan fisiknya. Ya, ia pendek. Apa bisa masuk kedalam tim basket sekolah…
Lintar menepuk bahu Ray, membuyarkan lamunan Ray.
“Tenang, sob. Gua bakal bantuin lu. Mudah mudahan Pak Joe mau nerima lu,” ucapnya.
Ray tersenyum, lalu merangkul pundak sahabatnya itu.
“Thanks, bro”
Lintar menepuk bahu Ray berkali kali.
“Main yuk!” Ray kemudian bangkit.
“Boleh,” Lintar ikut bangkit.
Mereka langsung berlari ke lapangan.

- BERSAMBUNG -

= = = = = = = = =

Waddohh... Ada apa tuh dengan Nova?? Kenapa harus memberi tantangan kayak gitu pada Lintar?? Gak ngerti yaa... Makanya baca entri selanjutnya di chapter six.
By: Zulfha :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar