Untuknya Dariku

Dibanjiri kenangan pada indah matamu, Pada pecah senyummu, Pada belaian pucat resahmu, Langitpun membiru kosong, Dihangati uap api kerinduan ini, akupun ingin menyambangimu, Membawa sepi yang pernah kau tinggalkan, Bagaimana ku lukiskan maaf, Bila kanvas hati enggan kau buka, Bagaimana aku mendekati rindu, Bila sedetik kutemui kau berubah arah, Diingatkan petang,akupun beranjak pergi, Membawa lagi sepi ini pulang.

Jumat, 01 Oktober 2010

"Jangan Bersedih, Lintar..." (chapter four)

I'm back with chapter four. Sorry, i'm late for five days. I was busy school. Langsung cekidot aja yaa kawan !!

Chapter kemarin, Ray dan Acha sedang bertahap tuh! Gimana yaa lanjutannya?? Sebelumnya intip kisah Lintar dan Nova dulu yaa...

= = = = = = = =

"Jangan Bersedih, Lintar..." (Chap. 4)


“Bis apa yang keren?” Tanya Lintar sambil membelai rambut Nova.
“Bis… BISa jadi mobil…” tebak Nova yang tidur di pangkuan Lintar.
“Salah… BISa jadi aku” ucap Lintar.
“Hiiy… pede banget kamu, Ntar” Nova memukul lengan Lintar, sementara Lintar tertawa kecil.
“Masih ada lagi, Nov. Sekarang, bus apa yang cakep?” Lintar memberi tebakan lagi.
“Bus… Bus… Bus apa yaaa…” pikir Nova yang pasti
jawabannya gak bakal jauh beda dari yang tadi.
“BUSettt dah aku lagiii” potong Lintar yang langsung menjawab tebakan miliknya.
“Ihh… Aku kan lagi mikir,” Nova memukul Lintar lagi, sambil tertawa kecil.
“Iya iya, ada lagi kok. Udang apa yang imut? Ayo, harus dijawab!” kata Lintar.
“Udang apa yaaa?? Susah banget sih kalo ngasih tebakan,” Nova mengangkat kepalanya dari pangkuan Lintar, dan membenarkan posisi duduknya.
“Hayooo… tau gak?” Tanya Lintar mencoba memaksa Nova untuk menjawab.
Nova menggaruk kepalanya sambil berpikir.
“Gak tauu….” Nova nyerah.
“UDANGapa jangan aku melulu” jawab Lintar.
Nova tertawa kecil, lalu menggelitik perut Lintar. Lintar tak bisa menahan tawanya. Nova masih terus saja menggelitik, hinggaa…
DEG, tiba tiba ia merasa dadanya sakit. Nova berhenti menggelitik. Ia memegang dadanya. Terasa sakit, sangat sakitt… Lebih sakit daripada hari hari kemarin.
“Kamu kenapa Nova?” Tanya Lintar ketika menyadari perubahan sikap Nova.
Nova tak menjawab. Ia masih memegang dadanya, menahan perih yang luar biasa menghantam tepat di dadanya. Ia tak kuat, ia tak sanggup. Rasanya ia ingin pingsan. Sudah tak kuat lagii…
Lintar langsung menggendong Nova yang masih menahan sakitnya. Lintar membawanya ke mobil Nova, yang memang kebetulan mereka kencan memakai mobil milik Nova. Lintar segera menggas mobil tersebut menuju rumah Nova.
* * *
Kenapa Engkau tega padaku, Tuhan…
Kumohon…
Jangan lakukan itu…
* * *
Ray dan Acha hanya tertawa tawa, masih sambil berlari dalam genggaman tangan yang erat. Mereka berhenti di dekat toilet. Mengatur kembali pernafasan mereka.
“Iseng sih lu, Ray” ucap Acha masih tertawa kecil.
Ray Cuma senyum kecil, tangan kanannya menahan perutnya yang capek akibat berlarian.
“Gua kan gak sengaja, Cha” kata Ray.
“Seenggaknya lu liat kek. Dimana tong sampah, dimana orangnya. Jangan asal buang doang!” ucap Acha yang terdengar menasehati.
“Iya, bu guruku yang cantiik” ucap Ray jahil.
Acha langsung diam. Pipinya memerah lagi.
Ray mendekati Acha, kemudian merangkulnya. Lalu mereka jalan lagi entah kemana.

“Jangan kak!” cegah Nova.
Gabriel menghentikan langkahnya. Ia memutar kembali tubuhnya, menghadap Nova yang berbaring lemah.
“Jangan kasih tahu ke Lintar. Aku tak ingin ia tahu tentang itu”
Gabriel duduk di sebelah ranjang Nova. Ia membelai rambut adiknya itu.
“Ya udah. Kalo emang kamu gak mau Lintar tahu soal itu, aku gak akan kasih tahu,” ucap Gabriel.
Ia memandang wajah adiknya. Sangat pucat…
“Kakak jangan nangis…” ucap Nova ketika melihat kedua belah pipi kakaknya sudah basah oleh airmata.
Namun ucapan Nova tadi malah membuat Gabriel makin menitikkan airmata.
“Kak, kita akan tetap selalu bersama. Percayalah kak…” ucap Nova yang ternyata airmata juga telah mengalir membasahi pipinya.
Gabriel segera mendekati Nova, dan memeluk tubuh adiknya itu. nova membalas pelukan itu.
“Aku mencintaimu, dik” ucap Gabriel.
Nova menghayati ucapan kakaknya tadi. Ia tersenyum kecil.
“Aku juga mencintaimu, kak. Sangat mencintaimu,” ucap Nova. Airmatanya mengalir deras, namun ia segera menyekanya.
Nova melepas pelukan kakaknya. Gabriel mengusap airmatanya yang kembali terjatuh.
“Hampiri Lintar dulu kak. Kasian dia menunggu. Bilang saja padanya, Nova baik baik saja. Jangan khawatirkan Nova. Dan jangan beritahu Lintar tentang hal itu,” kata Nova mengisyaratkan sesuatu di balik kata ‘hal itu’.
Gabriel mengangguk, kemudian melangkah keluar kamar.
Di ruang tamu Lintar tengah menunggu sambil gelisah. Ketika menyadari kehadiran Gabriel, Lintar mendekati Gabriel.
“Nova kenapa kak?” Tanya Lintar.
“Ia baik baik saja. Tenang aja Ntar, gak usah khawatirkan Nova. Nova tak mau kau gelisah” ucap Gabriel mencoba menenangkan Lintar.
“Tapi kak, ini bukan kali pertama Nova seperti itu. Aku sering melihatnya, kak”
Gabriel menggeleng pelan.
“Percayalah, Nova tak apa apa. Sekarang Nova butuh istirahat. Datanglah lain kali,” kata Gabriel.
Setelah berpikir cukup lama, Lintar mengangguk.
“Baiklah. Titip salamku pada Nova. Tolong jaga dia ya kak,” kata Lintar.
Gabriel mengangguk, kemudian menepuk pundak Lintar berkali kali, menenangkan hati dan pikiran Lintar. Lintar pun memutar tubuhnya, dan melangkah keluar rumah.
* * *
Beri aku kesempatan lagi, Tuhan…
Aku ingin bersamanya…
Sejenak saja, tak apa…
* * *
“Kau mau baju ini kan?” Ray memperlihatkan sebuah gaun berwarna ungu. Memang sangat indah, apalagi yang memakainya adalah Acha. Sangat terlihat indah…
Acha menunduk, melihat kakinya yang bergerak melingkar.
“Coba kau pakai!” Ray menyodorkan gaun tersebut pada Acha.
Acha mendongak.
“Ini,” Ray kembali menyodorkan.
Dengan ragu, Acha mengambilnya. Lalu berjalan melangkah menuju ruang ganti.
Tak lama Ray menunggu, Acha keluar dengan sebuah gaun ungu selutut. Rangkaian gaun tersebut sangat indah. Warnanya tak mencolok, dan sangat pantas dipakai Acha. Ray memandang Acha tanpa berkedip. Cantiknya gadis ini…
“Subhanallah… Ini bener Acha?” puji Ray kemudian mengitari Acha.
Acha ikut berputar, sambil tersenyum. Kelihatannya ia senang memakai gaun itu.
“Indah banget nget Cha” puji Ray lagi.
“Makasih” ucap Acha.
Ray masih memandangi Acha. Andai saja gadis itu menjadi miliknya, ingin langsung ia peluk gadis itu. Aih, sebentar lagi nyata, Ray…
“Ya udah lepasin Cha. Udah waktunya pulang. Keburu ujan nih” kata Ray yang sengaja mengucapkan kata itu, agar memanas manasi Acha.
Acha langsung melemas. Ia berjalan lesu menuju ruang ganti.

“Ray…” panggil Acha ketika mereka sudah keluar dari mall tersebut tanpa membawa apa apa.
Ray memutar tubuhnya. Acha menatapnya penuh harap. Ray mendekati Acha.
“Kenapa?” Tanya Ray.
“Aku…aku…” ucap Acha ragu, kakinya kembali digerakkan melingkar.
“Aku… ingin gaun itu” ucap Acha kemudian.
Yap. Sudah ditebak oleh Ray. Karena memang ini rencananya.
“Ya udah beli aja,” kata Ray masih sengaja mengucapkan kata itu.
Acha mendongak, ia terlihat kesal Ray berbicara seperti itu. Namun Ray tahu apa yang harus ia lakukan.
“Gak jadi deh” Acha lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Ray.
Ray tersenyum jail, lalu mengejar Acha.
“Loh kok kabur sih? Katanya mau belii…” Ray makin memanas manasi.
“Aku udah bilang gak jadi,” Acha merengut.
“Aku beliin deh,” kata Ray sambil menggoda.
Acha langsung menengok ke Ray. wajahnya kembali cerah.
“Beneran?”
Ray mengangguk.
“Makasih, Ray…” Acha langsung mendekat dekat ke Ray, hampir memeluknya. Namun Acha sadar bahwa Ray belum pantas untuk ia peluk (hahaa… bahasa gua…)
“Tapii… ada syaratnya…” kata Ray yang kemudian membuat Acha berhenti bergembira.
“Apa?”
“Lu jadi pacar gua,” ucap Ray, kemudian menaikturunkan alisnya.
Acha sedikit kaget mendengar lanjutan kalimat Ray tadi. Apa? Pacar… Gak ada syarat lain… Tapii tunggu dulu. Pacar? Hmm,,, kayaknya gak buruk juga deh kalo pacaran sama Ray. Modal tampang, ada. Kesetiaan juga ada. Kocak, punya. Jail, juga punya. Hmm,,, yang kurang apa yaa… Oh iyaa gaun ungu ketinggalan. Tinggal gaun ungu untuk melengkapi kebahagiaan Acha.
“Gimana…” Ray membuyarkan lamunan Acha.
Acha kemudian tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan.
“Serius?” Ray langsung meraih pundak Acha dengan tiba tiba, sampai Acha kaget.
“Iyaa…” ucap Acha malu malu kucing.
“Yeeeeeaahhhh…….” Ray langsung loncat ke udara, sambil melayangkan tangan kanannya yang terkepal juga ke udara. Acha Cuma senyum kecil. Kemudian Ray langsung menarik tangan Acha kembali masuk ke mall. Acha masih tersenyum senyum. Ia rasa, kebahagiaan yang baru akan ada sejak hari ini. Ya, sejak dirinya berada di sebelah Ray.

- BERSAMBUNG -

= = = = = = = = =

Siip... Sudah di post. Ray akhirnya berhasil mendapatkan Acha. Oke, lengkap sudah. Lintar mendapat Nova, dan Ray mendapat Acha. Tapi hubungan Lintar dan Nova kok mulai gak jelas. Ada apa yaa??? Selanjutnya di chapter five yaa...
By: Zulfa :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar